Mieke Wijaya dan Piso SuritMajalah Tempo bertanggal 9 Februari 2015, menuliskan ingatan aktris Mieke Wijaya, 74 tahun, tentang beberapa film yang dia bintangi dan disutradarai oleh Bachtiar Siagian. Mieke ikut membintangi film Tjorak Dunia (1955) dan Piso Surit (1960). Saaat itu usianya masih belia namun sudah terlibat dalam film besutan Bachtiar tersebut. “Waktu itu masih belum 20 tahun. Saya kenal dengan Bang Tiar waktu saya syuting film di Studio Garuda, dekat rumah dia,” ujar Mieke.
Di Tjorak Dunia, Mieke berperan sebagai anak pemilik warung yang buta. Dia bertemu dan jatuh cinta dengan veteran perang yang cacat. Suatu ketika sang veteran bertemu dengan teman veteran yang menjadi dokter. Si gadis dapat dioperasi berkat bantuan dokter dan mereka jatuh cinta. Namun, karena tak cocok, mereka berpisah dan si gadis kembali bersama si veteran.
Sedangkan di Piso Surit, sebuah film yang berlatar budaya Karo, Mieke berperan sebagai mahasiswi yang melakukan penelitian. Ke mana-mana dia naik delman. Rupanya, si tukang delman jatuh cinta kepada si mahasiswi. “Ceritanya kayak lagu Piso Surit juga. Intinya seperti pungguk merindukan bulan gitu,” ujar Mieke terkekeh mengingat filmnya itu.
Mieke ingat dia harus menjalani serangkaian audisi yang ketat untuk bisa menjadi pemain film bersama Bachtiar. Dia mengatakan Bachtiar saat itu adalah salah satu sutradara top selain Usmar Ismail. Namun keduanya berbeda ideologi politik. Bagi Mieke, Bachtiar adalah sutradara yang komplet. Tak hanya keras, ketat, dan berdisiplin di lapangan, dia juga kebapakan dan suka bercanda.
Film Piso Surit
Piso Surit mulai diputar sejak tahun 1960. Film ini berkisah tentang Wita (Mieke Wijaya), seorang mahasiswi yang datang ke Tanah Karo untuk mengadakan penelitian budaya. Untuk memudahkan kegiatannya, ia menyewa kuda dari Pande (Ahmadi Hamid).
Hubungan mereka makin lama makin erat, Pande antara lain mengajarkan lagu Piso Surit yang membuat Pande lama-lama jatuh cinta. Segala tindakan Wita dianggapnya balasan cinta, hingga suatu hari ia tak tahan dan berusaha memperkosa Wita. Untung Wita bisa menginsyafkan Pande, yang lalu jadi malu dan lari untuk bunuh diri. Kawan Pande yang disuruh Wita, berhasil mengajak pulang Pande. Wita memaafkan tindakan Pande dan besoknya pulang kembali ke kota. Di jalan Wita ketemu Pande yang memberinya kenangan berupa selendang Karo atau dikenal sebagai Uis.
Piso Surit bukanlah nama sejenis pisau khas orang Karo. Piso Surit adalah nama sejenis burung yang suka bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar secara seksama sepertinya sedang memanggil-manggil seseorang dan kedengarannya bernada sendu. Lagu Piso Surit diciptakan oleh Djaga Depari, salah seorang tokoh masyarakat Karo sekaligus komponis nasional yang hidup pada masa orde lama dan ia meninggalkan lebih dari 100 lagu ciptaannya.
Film Piso Surit diproduksi oleh Rentjong Film :
Dalam memoarnya, Bachtiar mengatakan, ketika FFI tahun 1960 sedang berlangsung, dirinya sedang membuat film Sekejap Mata di Studio Film Garuda, Kebayoran Lama, Jaksel. Oleh karena itu, ketika film “Turang” terpilih sebagai film terbaik, ia tidak bisa hadir untuk menerima penghargaan dan piala untuk filmnya itu.