Sebetulnya Berapa Rakaat Sholat Tarawih?
Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Senin 28 Mar 2022 04:58 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dosen Pascasarjana Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustadz Dr Hari Susanto MA menjelaskan soal rakaat sholat tarawih yang kerap kali memperlihatkan adanya perbedaan di tengah masyarakat Muslim. Dia mengawali pemaparannya dengan menyampaikan bahwa sholat tarawih dapat disebut sholat qiyamullail.
Waktu qiyamullail dimulai dari tenggelamnya mega merah matahari atau setelah waktu sholat Isya, hingga terbitnya fajar. Karena itu, sholat yang dikerjakan dalam rentang waktu tersebut, termasuk tarawih, adalah sholat qiyamullail.
- Gelar ALS, Dompet Dhuafa Bersama Pondok Pesantren Tebuireng Sosialisasi RS Hasyim Asyari
- Ikadi Serukan Umat Kembali Makmurkan Masjid
- Lavani Juara Proliga 2022 Setelah Kalahkan Samator 3-2
Ustadz Hari menyampaikan, Nabi Muhammad SAW tidak pernah sholat tarawih lebih dari 11 rokaat. Dari 11 rokaat itu, tiga rokaatnya adalah witir, yang sebagaimana telah diketahui, dilakukan di akhir. Kemudian, delapan rokaat sholat tarawih dilaksanakan dengan dibagi dua rokaat sehingga ada empat kali salam.
Namun, ada pula riwayat hadits yang menunjukkan Rasulullah SAW melakukan sholat tarawih delapan rokaat yang dibagi empat rokaat sehingga hanya dua kali salam, lalu dilanjutkan witir tiga rokaat. "Jadi riwayatnya adalah dua rokaat dua rokaat, dan empat rokaat empat rokaat, serta tiga rokaat witir," tutur dia.
Ustadz Hari melanjutkan, meski 11 rakaat, bacaan Alquran yang dilantunkan dalam sholat tarawih Rasulullah SAW sangat panjang. Sahabat Abdullah bin Mas'ud sempat menjadi saksi panjangnya sholat tarawih Rasulullah. Dalam satu rokaat, Nabi SAW membaca Surat Al-Baqarah, An-Nisa, dan Ali Imran.
Totalnya ada sekitar 5 juz Alquran yang dibaca Nabi SAW dalam satu rokaat. Inilah yang membuat kaki Rasulullah SAW bengkak, kemudian diprotes oleh istrinya, Aisyah, karena lamanya waktu sholat tarawih beliau SAW. Aisyah tidak tega melihatnya. Namun, Rasulullah SAW dalam sabdanya mengatakan bahwa beliau melakukan ini dalam rangka bersyukur kepada Allah SWT.
Bahkan, terang Ustadz Hari, seorang sahabat sampai khawatir tidak bisa makan sahur bila sholat tarawih bersama Rasulullah SAW. "Bisa dikatakan, sholatnya semalam suntuk sejak habis Isya. Karena, Nabi SAW dalam beribadah untuk dirinya selalu mengambil yang paling berat," paparnya.
Sedangkan para sahabat, memahami bahwa 11 rokaat sholat tarawih yang dilaksanakan Nabi SAW bukanlah jumlah yang baku. Sehingga ada yang melaksanakannya dengan 33 rokaat dan ada pula yang lebih dari itu. Ini karena semangat para sahabat adalah semangat menghidupkan malam-malam Ramadhan.
Di zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, sholat tarawih sampai 33 rokaat. Imam Syafi'i pun melihat orang-orang Madinah sholat tarawih 39 rokaat, sehingga dengan witirnya berarti menjadi 42 rokaat. Sedangkan di Makkah, sholat tarawih dilaksanakan dengan 20 rokaat ditambah witir tiga rokaat. Dari hal ini, Ustadz Hari menyampaikan, dapat diambil kesimpulan bahwa yang menjadi sunnah bukan jumlah rokaatnya, tetapi lama sholatnya.
"Jadi bilangan rokaat sholat tarawih itu tidak menjadi sunnah, tetapi panjang waktunya yang menjadi sunnah. Maka para sahabat sholat tarawihnya lama karena jumlah rokaatnya banyak. Jadi bacaan Surat dalam setiap rokaatnya pendek-pendek tapi tetap lama. Sedangkan Nabi membagi rokaatnya sedikit, tapi lama (karena bacaan Surat yang panjang pada setiap rokaat)," jelasnya.
Baca juga : MUI Lampung: Jangan Paksakan Sholat Tarawih Jika Sakit
Lantas, apa yang harus diikuti masyarakat Muslim secara umum? Ustadz Hari menjelaskan, prinsip dalam fiqih yaitu mudahkan dan jangan dipersulit. Mana yang nyaman, mudah, dan membuat khusyuk, maka itulah yang baik. Rasulullah SAW, bila dihadapkan pada dua hal yang sama-sama tidak berdosa saat dikerjakan, maka beliau SAW mengambil yang paling mudah.
"Jadi sesuai kesepakatan saja. Yang nyaman, mudah dan khusyuk. Semua diserahkan ke jamaah masjid. Mana yang membuat mereka bisa istiqomah. Yang penting masyarakat bisa berbondong-bondong menghidupkan malam Ramadhan," tutur Ustadz Hari.
Semangat itulah yang dibawa Umar bin Khattab saat mengizinkan sholat tarawih berjamaah. Sebelum masa kepemimpinan Umar bin Khattab, shalat tarawih dilakukan secara masing-masing dan berkelompok. Umar memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak baik.
"Sehingga dia mengumpulkannya dalam satu tempat dan waktu, yaitu dikerjakan di awal malam, agar semua orang, termasuk perempuan, bisa mengikuti sholat tarawih. Jadi semangatnya kebersamaan dalam menghidupkan malam-malam Ramadhan," katanya.