Sebuah tongkat dan sebatang rokok menyala selalu menemani Eko Santoso alias Babe kala ia berjalan-jalan di area Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut di saat malam. Tubuh pendek dengan muka bersahaja itu ternyata menutupi pekerjaan berisikonya yaitu penjaga sekaligus kuncen di sana.
Tiap malam, TPU Jeruk Purut dijadikan tempat wisata oleh penduduk Jakarta dan sekitarnya. Mereka yang datang biasanya ingin merasakan bersinggungan langsung dengan alam lain, termasuk saya dan tiga rekan yang datang pada (5/8) pukul 02.00 WIB.
Selain menikmati sensasi bersinggungan dengan makhluk astral, ada pula pengunjung yang datang untuk mencari benda-benda keramat. Salah satu ahli spiritual, Ki Prana Lewu pernah menjajal keangkeran tempat tersebut. Ia juga berhasil mendapat satu keris dari areal pohon benda, salah satu titik uji nyali di sana.
"Ya Ki Prana pernah ke sini, dapet keris dia. Tapi itu masih abail (bukan keris paling kuat-red). Susah dapetin yang paling kuat mah, kyai dari Jombang juga gak bisa," katanya sambil tertawa.
Babe menjelaskan bahwa ada empat titik yang digunakan untuk uji nyali, yaitu makam keramat, pohon kembar, sumur tua, dan pohon benda. Ada sekitar 20 pengunjung lain saat itu yang datang merasakan sensasi menguji nyali di sana. Babe menyarankan kepada kami berempat agar menunggu giliran karena menurutnya jika berbarengan, kesempatan menikmati sensasi bersinggungan dengan makhluk halus tak terasa.
Akhirnya Babe kembali mengatakan pada kami untuk memulai perjalanan kami ke makam keramat. Makam tersebut adalah makam salah satu pemuka Agama Islam bernama Habib Salim. Menurut Babe, makam itu berumur satu abad, kini makam itu diurusi oleh ahli waris yang tinggal di belakang TPU.
Makam tersebut dari kejauhan berbentuk rumah dengan cat berwarna biru dan atap dari asbes. Ukurannya cukup luas untuk makam yang tiap malam didatangi peziarah untuk mendoakan mendiang agar diberi tempat terbaik di sisi-Nya. Babe menyarankan untuk mengucap salam sebelum sampai ke kuburan itu.
Namun saya tak sampai hati memasuki makam tersebut, saya hanya mengamati dari luar. Lewat pandangan mata dari sela-sela ventilasi, kuburan tersebut ditutupi kain berwarna hijau layaknya kain yang sering digunakan umat muslim untuk menutupi mayat saudaranya di dalam keranda.
Dok.pribadi
Akhirnya kami berhenti di tempat duduk yang disediakan untuk peziarah. Kami menunggu cukup lama, tapi saya tidak merasakan apapun. Akhirnya kami pindah ke tempat yang lebih gelap di depan makam keramat. Akhirnya setelah menunggu beberapa lama, saya melihat bayangan putih berjalan di depan kami.
Setelah puas berada di dekat makam keramat, kami kembali ke jalan utama, tampat saya dan kolega mengobrol dengan Babe. Ia kembali menceritakan asal usul makam tersebut, ternyata makam itu memiliki cerita tersendiri. Tak sembarang orang bisa memperbaiki bangunan atau makam tersebut, hanya orang-orang kepercayaan yang boleh melakukannya.
"Babeh waktu itu izin sama kyai sini mau benerin genteng. Kyai itu keturunan keempat Habib yang makamnya di sana. Tapi dia gak ngizinin karena ada orang khusus yang ngurus. Tapi Pak kyai nanya ke Babe, kalo nanti dijadiin penerus yang ngurus makam itu mau gak? Ya gue mah mau aja ya gak? Kalo suruh jagain tempat prostitusi baru gue ogah, dapetnya cuman dosa," katanya.
Rumah yang dijadikan tempat makam itu ternyatta punya cerita tersendiri, menurut Babe tanah di sekitar makam keramat lama kelamaan menjadi tinggi. Sehingga demi memperindah kondisi makam, warga dan ahli waris membuat rumah-rumahan tersebut. Peristiwa ini persis seperti makam keramat di Jatipadang, Pasar Minggu di sana ada makam sesepuh yang tiap tahunnya berundak sehingga dibuatkan rumah.
Lihat Semua Komentar (3)